REAKSI SUBSTITUSI NUKLEOFIL DAN ALKIL HALIDA
Mempelajari ilmu kimia sangatlah penting, salah
satunya yaitu kimia organik. Disini saya akan membahas mengenai salah satu
reaksi kimia organik dan mekanismenya, yaitu reaksi substitusi nukleofil alkil
halida. Jadi sebelum mempelajari dan mengenal lebih jauh seperti apa mekanisme
reaksi substitusi nukleofil pada alkil halida, mari kita memahami apa itu
reaksi substitusi nukleofil dan alkil halida.
A. Reaksi Substitusi Nukleofil
Jika kita
melihat salah satu contoh reaksi substitusi nukleofil yang khas, seperti etil
bromida yang bereaksi dengan ion hidroksida akan menghasilkan etil alcohol dan
ion bromida. Disini ion hidroksida adalah nukleofil yang bereaksi dengan
substrat ( etil bromida ) dan menggantikan ion bromida. Ion bromida dinamakan
gugus pergi ( leaving group ). Dalam reaksi jenis ini, satu ikatan kovalen
putus, dan satu ikatan kovalen baru terbentuk. Dalam contoh lain, ikatan
karbon-bromin putus dan ikatan karbon-oksigen terbentuk. Gugus pergi ( bromide
) mengambil kedua electron dari ikatan karbon-bromin, dan nukleofil ( ion
hidroksida ) memasok kedua electron untuk ikatan karbon-oksigen yang baru.
Gagasan ini
merupakan generalisasi dari persamaan berikut :
Nu : + R : L ---Ã R : Nu+ + :
L-
Nukleofil netral
substrat produk gugus pergi
Nu
: - +
R : L ---Ã R : Nu +
: L-
Nukleofil anion
substrat produk gugus pergi
Jika nukleofil dan substrat bersifat netral maka
produk akan bermuatan positif. Jika nukleofil berupa ion negative dan
substratnya netral maka produknya akan netral. Pada prinsipnya reaksi ini
bersifat reversible ( dapat balik ) ( Crain,at.al.,2003:195 ).
B. Alkil halida
Alkil
halida merupakan turunan hidrokarbon di mana satu atau
lebih hidrogennya diganti
dengan halogen. Tiap-tiap hidrogen dalam hidrokarbon potensil digantikan dengan halogen, bahkan ada senyawa hidrokarbon yang
semua hidrogennya dapat diganti.
Senyawa terfluorinasi sempurna yang dikenal sebagai fluorokarbon, cukup menarik karena stabil pada suhu tinggi. Alkil halida juga terjadi di alam,
meskipun
lebih banyak terjadi dalam organisme
air laut daripada organisme air tawar. Halometana sederhana seperti CHCl3,
CCl4,
CBr4,
CH3I,
dan CH3Cl ( Firdaus:1 ).
Kimiawan
sering menggunakan RX sebagai notasi umum untuk organik halida, R menyimbolkan suatu gugus alkil
dan X untuk suatu halogen.
Perlu
dicatat bahwa halogen adalah atom-atom berelektrogenatif tinggi dan hanya kekurangan satu elektron
untuk mencapai konfigurasi gas mulia. Oleh itu halogen
dapat membentuk ikatan kovalen tunggal atau ionik yang stabil. Ikatan antara gugus metil dengan
fluor, klor, brom, dan ioda terbentuk oleh
tumpang
tindih orbital sp3 dari karbon dengan
orbital sp3 dari fluor, klor, brom, dan iod. Kekuatan ikatan C¾X menurun dari metil fluorida ke metil iodida. Hal
ini mencerminkan prinsip umum bahwa
tumpang tindih orbital-orbital lebih efisien
antara
orbital-orbital yang mempunyai bilangan kuantum utama yang sama, dan efisiensinya menurun dengan
meningkatnya perbedaan bilangan kuantum utama. Perlu
pula dicatat bahwa halogen adalah lebih elektronegatif daripada karbon, sehingga ikatan C-X bersifat polar
di mana karbon mengemban muatan posisif
partial
(δ+)
dan halogen muatan negatif partial (δ-)
( Firdaus:2 ).
C. Reaksi
Substitusi Nukleofil Alkil Halida
Suatu nukleofil (Z:)
menyerang alkil halida pada atom karbon hibrida-sp3
yang mengikat halogen (X), menyebabkan
terusirnya halogen oleh nukleofil. Halogen
yang
terusir disebut gugus pergi.
Nukleofil harus mengandung pasangan elektron
bebas
yang digunakan untuk membentuk ikatan baru dengan karbon. Hal ini memungkinkan gugus pergi terlepas
dengan membawa pasangan elektron yang
tadinya
sebagai elektron ikatan. Ada dua persamaan umum yang dapat dituliskan:
Yang contohnya masing-masing yaitu :
Dalam
senyawa alkil halide , ikatan antara karbon-halogen adalah ikatan yang bersifat
polar, dimana atom karbon kurang akan electron. Disini alkil halide adalah
suatu elektrofil dan reaksi akan bersifat polar yang melibatkan bahan yang
bersifat nukleofil dan basa. Reaksi akan berlangsung jika terjadi tumbukan
antara substrat dan pereaksi. Dalam setiap reaksi selalu ada hubungan antara
kecepatan reaksi dan konsentrasi, pengetahuan yang mempelajari hubungan ini
disebut kinetika reaksi.
Reaksi yang
berlangsung pada suhu dan konsentrasi tertentu akan menghasilkan kecepatan
reaksi tertentu. Jika konsentrasi OH kita lipatkan menjadi 2 kali, sehingga
kecepatan tumbukan di antara kedua zat yang bereaksi juga menjadi 2 kali. Ini
dapat dikatakan bahwa reaksi tersebut dinamakan reaksi orde dua reaksi
substitusi bimolekuler (SN2 ) (Riswayanto;180).
D. Mekanisme Reaksi Nukleofil
Pada dasarnya terdapat
dua mekanisme reaksi substitusi nukleofilik.
Mereka dilambangkan dengan SN2
adan
SN1.
Bagian SN
menunjukkan
substitusi nukleofilik, sedangkan
arti 1 dan 2 akan dijelaskan kemudian.
Mekanisme SN2
Mekanisme
SN2
adalah proses satu tahap yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Nukleofil
menyerang dari belakang ikatan C¾X.
Pada keadaan transisi, nukleofil
dan
gugus pergi berasosiasi dengan karbon di
mana substitusi akan terjadi. Pada saat
gugus
pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron, nukleofil memberikan pasangan elektronnya untuk
dijadikan pasangan elektron dengan karbon.
Notasi
2 menyatakan bahwa reaksi adalah bimolekuler, yaitu nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah
penentu kecepatan reaksi dalam mekanisme reaksi.
Adapun
ciri reaksi SN2 adalah:
1.
Karena nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi, maka kecepatan reaksi tergantung
pada konsentrasi kedua spesies tersebut.
2.
Reaksi terjadi dengan pembalikan (inversi) konfigurasi. Misalnya jika kita mereaksikan (R)-2-bromobutana
dengan natrium hidroksida, akan diperoleh (S)-2-butanol.
Ion
hidroksida menyerang dari belakang ikatan C¾Br.
Pada saat substitusi terjadi,
ketiga gugus yang terikat pada karbon sp3 kiral itu seolah-olah terdorong oleh suatu bidang datar sehingga
membalik. Karena dalam molekul ini OH
mempunyai
perioritas yang sama dengan Br, tentu hasilnya adalah (S)-2-butanol. Jadi reaksi SN2
memberikan hasil inversi.
3. Jika substrat R-L bereaksi melalui mekanisme SN2,
reaksi terjadi lebih cepat apabila
R merupakan gugus metil atau primer, dan lambat jika R adalah gugus tersier. Gugus R sekunder mempunyai
kecepatan pertengahan. Alasan untuk
urutan
ini adalah adanya efek rintangan sterik. Rintangan sterik gugus R meningkat dari metil < primer
< sekunder < tersier. Jadi kecenderungan reaksi SN2
terjadi pada alkil halida adalah: metil > primer > sekunder >>
tersier.
Mekanisme SN1
Mekanisme
SN1
dalah proses dua tahap. Pada tahap pertama, ikatan antara karbon dengan gugus pergi putus.
Gugus pergi terlepas
dengan membawa pasangan elektron, dan terbentuklah ion karbonium. Pada tahap kedua (tahap cepat), ion karbonium bergabung dengan nukleofil membentuk produk.
Pada
mekanisme SN1, substitusi terjadi dalam dua
tahap. Notasi 1 digunakan sebab
pada tahap lambat hanya satu dari dua pereaksi yang terlibat, yaitu substrat. Tahap ini sama sekali tidak
melibatkan nukleofil.
Berikut
ini adalah ciri-ciri suatu reaksi yang berjalan melalui mekanisme SN1:
1.
Kecapatan reaksinya tidak tergantung pada konsentrasi nukleofil. Tahap penentu kecepatan reaksi adalah tahap
pertama di mana nukleofil tidak terlibat.
2.
Jika karbon pembawa gugus pergi adalah bersifat kiral, reaksi menyebabkan hilangnya aktivitas optik karena
terjadi rasemik. Pada ion karbonium, hanya ada tiga
gugus yang terikat pada karbon positif. Karena itu, karbon positif mempunyai hibridisasi sp2 dan
berbentuk planar. Jadi nukleofil mempunyai dua arah
penyerangan, yaitu dari depan dan dari belakang. Dan kesempatan ini masing-masing mempunyai peluang 50
%. Jadi hasilnya adalah rasemit.
Reaksi substrat R-X yang melalui mekanisme SN1
akan berlangsung cepat jika R
merupakan struktur tersier, dan lambat jika R adalah struktur primer. Hal ini sesuai dengan urutan kestabilan ion
karbonium, 3o > 2o
>>
1o ( Firdaus;8 ).
Perbandingan
Mekanisme SN1 dan SN2
Tabel
berikut memuat ringkasan mengenai mekanisme substitusi dan mebandingkannya dengan
keadaan-keadaan lain, seperti keadan pelarut dan struktur nukleofil. Perlu diperhatikan bahwa halida
primer selalu bereaksi melalui mekanisme SN2, sedangkan halida tersier melalui
mekanisme SN1. Pada halida sekunder, terdapat
dua kemungkinan.
Pada
tahap pertama dalam mekanisme SN1 adalah tahap
pembentukan ion, sehingga
mekanisme ini dapat berlangsung lebih baik dalam pelarut polar. Jadi halida sekunder yang dapat bereaksi
melalui kedua mekanisme tersebut, kita dapat
mengubah
mekanismenya dengan menyesuaikan kepolaran pelarutnya. Misalnya, mekanisme reaksi halida sekunder
dengan air (membentuk alkohol) dapat diubah
dari
SN2
menjadi SN1
dengan mengubah pelarutnya dari 95% aseton-5% air (relatif tidak-polar) menjadi 50% aseton-50%
air (lebih polar, dan pelarut peng-ion yang
lebih
baik).
Kekuatan
nukleofil juga dapat mengubah mekanisme reaksi yang dilalui oleh reaksi oleh reaksi SN.
Jika nukleofilnya kuat maka mekanisme SN2
yang terjadi. Berikut
ini ada beberapa petunjuk yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu nukleofil adalah kuat atau lemah.
1.
Ion nukleofil bersifat nukleofil. Anion adalah pemberi elektron yang lebih baik daripada molekul netralnya. Jadi
2.
Unsur yang berada pada periode bawah dalam tabel periodik cenderung merupakan nukleofil yang lebih kuat
daripada unsur yang berada dalam periode
di
atasnya yang segolongan. Jadi
3.
Pada periode yang sama, unsur yang lebih elektronegatif cenderung merupakan nukleofil lebih lemah (karena ia
lebih kuat memegang elektron). Jadi
Karena C dan N berada dalam periode yang
sama, tidak mengherankan jika pada
ion
-:CºN: , yang bereaksi adalah karbon, karena sifat
nukleofilnya lebih kuat
( Firdaus;10 ).
E. Faktor
Yang Mempengaruhi Jalannya Reaksi Substitusi Dari Alkil Halida
Adapun factor yang dapat mempengaruhi
reaksi substitusi diantaranya yaitu :
1. struktur
alkil halida
2. sifat
nukleofil atau basa
3. sifat pelarut
4. konsentrasi
nukleofil atau basa
5. temperature (
Pudjaatmaka,1982;192 ).
PERMASALAHAN
Disini saya
memiliki 3 permasalahan ;
1. Di atas saya menuliskan pada prinsipnya reaksi substitusi
nukleofil ini bersifat reversible ( dapat balik ), mengapa dikatakan demikian ?
berikan pendapat anda !.
2. Dikatakan bahwa suatu nukleofil
(Z:) menyerang alkil halida pada atom karbon hibrida sp3 yang mengikat halogen (X), menyebabkan
terusirnya halogen oleh nukleofil. Halogen
yang terusir disebut gugus pergi. Gugus
pergi yang baik seperti apa yang dibutuhkan dalam reaksi tersebut ? berikan
contoh jika ada.
3. Jelaskan mengapa dalam reaksi nukleofil struktur alkil halide, sifat nukleofil atau basa,
sifat pelarut, konsentrasi nukleofil atau basa dan temperature dapat
mempengaruhi cepat atau lambatnya reaksi SN ?
Sumber Materi :
1. https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwi0nfP5rvPYAhVIOrwKHUh0BzcQFghSMAU&url=http%3A%2F%2Frepository.unhas.ac.id%2Fbitstream%2Fhandle%2F123456789%2F1711%2FAlkil_halida.pdf&usg=AOvVaw1EHQZfe2XQZDzYPI-QwMSV ( Diakses 23 januari 2018 )
2. Riswiyanto,S. 2010. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga.
3. Pudjaatmaka,A.,H. 1982. Organic Chemistry, Third Edition Terjemah. Jakarta : Erlangga.
4. Craine,Hart,at.al. 2003. Kimia Organik Terjemah Edisi Kesembilan. Jakarta : Erlangga.
No comments:
Post a Comment